Home » , » Sejak Umur 8 Tahun, Rafael Correa Jadi “Presiden”

Sejak Umur 8 Tahun, Rafael Correa Jadi “Presiden”

Unknown | 00.14 | 0 komentar
Dia dipastikankembali memimpin ekuador , steleah menang pemilu

   Rafael Correa kembali terpilih sebagai presiden Ekuador untuk kali kedua setelah hasil sementara pada Minggu waktu setempat memastikan bahwa dia menang Pemilu di negara Amerika Latin itu.

Bagi kalangan pengamat, mayoritas dari 15 juta rakyat Ekuador masih percaya dengan komitmen Correa untuk melanjutkan kampanye mengentaskan kemiskinan dan memperluas peran negara selama periode empat tahun berikut.

Namun, bagi saudara kandungnya, kemenangan Correa untuk kali kedua pada Pemilu kemarin tidaklah mengherankan. Correa sudah menunjukkan bakatnya sebagai pemimpin saat masih berumur delapan tahun.

Fabricio, saudara kandungnya, mengenang bahwa di umur itu Correa sudah menggelar “rapat kabinet.” Dia mampu menjadi pusat perhatian saat bermain dan berkumpul bersama teman-teman dan saudaranya.

Dalam suatu permainan, Correa tampil menjadi “kepala negara” sedangkan teman-teman di sekelilingnya berperan sebagai para menteri yang siap menjalani titah. Pola itu pun berlanjut ke permainan lain.

“Saya pernah bilang ke teman-temannya,’Saat kalian main polisi dan penjahat, kan terkadang kita bergantian main sebagai polisi dan lalu sebagai penjahat,’” kenang Fabricio. “Namun, kalian selalu main jadi anak-anak buahnya, sementara dia selalu jadi pemimpin,” lanjut Fabricio, seperti dikutip kantor berita Reuters.

Correa pun selama memerintah rakyat Ekuador berhasil mendapat citra sebagai pemimpin yang populis. Retorika andalannya, yaitu anti Amerika dan berani berjibaku dengan para investor Wall Street dan perusahaan-perusahaan minyak, berhasil memupuk popularitas di kalangan rakyat Ekuador, yang masih banyak hidup miskin.

Washington pun berkali-kali gerah dengan sikap Presiden Correa. Dia telah membatalkan izinpenerbangan tim anti narkotika AS dari Ekuador. Lalu, pada 2011, Correa mengusir Duta Besar AS untuk Ekuador.

Tahun lalu, Correa juga membuat gusar Washington saat mempersilakan pengelola laman WikiLeaks, Julian Assange, mengungsi di Kedutaan Besar Ekuador di London, Inggris, agar tidak ditangkap. WikiLeaks merupakan laman yang mempublikasikan bocoran dokumen-dokumen rahasia AS selama periode tertentu.

Maka, Correa pun kini dipandang sebagai kelompok pemimpin Amerika Latin yang berani menghadapi Amerika, seperti Fidel Castro dari Kuba dan Hugo Chavez dari Venezuela. Namun, Correa pernah menyatakan tidak tertarik menggantikan peran Chavez, yang kini tengah berjuang memerangi kanker di tubuhnya, sebagai pemimpin terkemuka dalam menghadapi kepentingan pemerintah dan pebisnis AS di Amerika Latin.

Bagi para pendukungnya, kampanye Correa melawan kemiskinan tidak sekadar janji kosong. Saat menang pada Pemilu sebelumnya di akhir 2006, Correa berjanji menambah anggaran pemerintah untuk membiayai program-program kesehateraan sosial.

Maka, selama memimpin periode pertama, ayah tiga anak itu melipatgandakan anggaran pemerintah untuk sektor pendidikan. Pemerintah pun membangun banyak jalan yang menghubungan desa-desa terpencil dengan kota-kota utama. Correa juga membangun 20 rumah sakit dan memperbaiki 500 klinik.

“Kita sudah berbuat banyak. Jalan-jalan di negeri ini menjadi bahan kecemburuan di penjuru Amerika. Begitu pula dengan berbagai pelabuhan, bandar udara, dan dam PLTA. Tentu saja situasi sudah berubah,” kata pemimpin berusia 49 tahun itu saat memulai kampanye Pemilu pada November 2012.

Dianggap Otoriter

Namun, bagi kalangan oposisi, Correa merupakan seorang pemimpin berbahaya dan otoriter. Dia tidak segan-segan memasung kebebasan berpendapat dan berusaha.

Bagi pengritik, Correa berhasil kongkalikong dengan para sekutu politiknya dalam menyusun konstitusi baru pada 2008 demi mengamankan kekuasaannya. Dia juga mengabaikan Kongres saat menyerukan referendum atas sistem yudisial pada 2011, sehingga dipandang sebagai upaya menebar pengaruh di pengadilan.

“Saya tidak suka lagi dengan dia. Dia telah jadi otoriter, ingin selalu berkuasa, dan arogan,” kata Alberto Acosta, yang pernah bersekutu dengan Correa sebelum akhirnya pemerintah ingin memperluas industri pertambangan dengan mengorbankan pelestarian lingkungan.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Translate

 
Support :Google +
Copyright © 2013-2014. Blood Vengeancee - All Rights Reserved
Proudly Powered by Blogger